Mengenal Hydrolized Yeast

yeast

Hydrolyzed Yeast

Yeast/ Khamir merupakan mikroorganisme eukariotik yang termasuk ke dalam Kingdom Fungi. Yeast berukuran bervariasi tergantung spesies, umumnya memiliki diameter 3–4 µm, namun beberapa jenis yeast dapat mencapai ukuran lebih 40 µm. Yeast diidentifikasi pertama kali oleh Anton van Leeuwenhoekdengan menggunakan mikroskop pada tahun 1680. Pada tahun 1857, Louis Pasteur mikrobiologis Prancis membuktikan dalam tulisannya yang berjudul “Mémoire sur la fermentation alcoolique” bahwa fermentasi alkohol dilakukan oleh mikroorganisme bernama yeast dan bukan merupakan katalis kimiawi. Pada akhir abad ke-18, dua galur yeast yang digunakan dalam pembuatan bir diidentifikasi yakni Saccharomyces cerevisiae, yang disebut ‘’top-fermenting yeast’’, dan Saccharomyces carlsbergensis,‘’bottom-fermenting yeast’’. S. cerevisiae telah dijual secara komersial oleh orang-orang Belanda untuk pembuatan roti sejak 1780 sekitar tahun 1800 orang-orang Jerman juga mulai memproduksi khamir dalam bentuk krim. Pada tahun 1825, sebuah metode telah dikembangkan untuk menghilangkan cairan sehingga khamir dapat dijual dalam bentuk blok padat (Wikipedia, diakses pada 15 Juli 2021)

Yeast memiliki struktur tubuh yang terbagi menjadi dinding sel dan inti sel. Dinding sel pada yeast mengandung Glucan & Mannan sedangkan inti sel mengandung protein, peptida, as. amino, as.nukleat, Vit B, dll. Setiap struktur pada yeast tersebut memiliki fungsi yang sangat penting bagi tumbuh hewan. Oleh karena itu penembahan yeast pada pakan akan mmberi dampak yang positif bagi pertumbuhan hewan. 

(sumber dari Angel Yeast)

Adapun fungsi setiap komponen yeast akan saya paparkan sebagai berikut:

Kandungan Glukan dan mannan pada dinding sel yeast berfungsi:

  1. Menstimulus pembentukan sistem imun/Imunostimulan
  2. Merusak pembentukan koloni bakteri patogen
  3. Mengabsorbsi material toksik

            Kandungan Asam nukleat berfungsi sebagai:

  1. Meningkatkan pembentukan sel liver
  2. Meningkatkan pembentukan epitel sel pencernaan (vili usus)
  3. Meningkatkan pembentukan sel imun

            Kandungan Peptida Rantai Pendek dan Asam Amino:

  1. Meningkatkan attractabillty dan Palability Pakan karena adanya aroma kuat pada Peptida Pendek dan Asam Amino Bebas
  2. Asam amino meningkatkan daya cerna dan penyerapan makanan terutama pada benih udang/ikan yang sistem percernaannya belum sempurna

            Dari pemaparan singkat diatas dapat kita lihat bahwa fungsi yeast sangat banyak untuk hewan terutama pada kasus diare pada hewan muda seperti babi yang sistem pencernaannya belum terbentuk sempurna. Kandungan asam nukleat pada yeast akan membantu menstimulus pembentukan vili usus lebih cepat sehingga proses penyerapan nutrisi akan lebih maksimal dan akan menurunkan kasus diare.

Strategy Meningkatkan Efisiensi Protein Pakan

animal feed

Protein Merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh hewan untuk bertumbuh dan berproduksi.

Seiring perkembangan zaman, bahan baku pakan yang merupakan sumber protein semakin mahal dan langka seperti kacang kedelai atau Soybean Meal (SBM).

Selain itu, kecernaan protein yang terkandung dalam baku juga belum maksimal seperti kecernaan bahan baku SBM sebesar 90%, tepung bulu 60%, dedak 70% dan lain-lain.

Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi nutrisi pakan, kita dapat menggunakan bantuan enzyme pretease agar pemecahan bahan baku menjadi protein dapat lebih banyak.

Enzym protease merupakan enzyme endogenous yang artinya enzyme tersebut dapat dihasilkan didalam tubuh hewan. Namun ketika hewan mengalami stress karena panas dan kepadatan maupun mengalami sakit, maka tubuh tidak dapat memproduksi enzyme secara cukup. Untuk mensiasati hal ini, kita dapat memberikan enzyme protease tambahan di dalam pakan.

Di dalam pemilihan enzyme protease, perlu diperhatikan bahwa enzyme tersebut harus dapat bekerja di berbagai pH usus, mampu menhidrolisa bahan baku menjadi protein dan tahan panas saat proses pembuatan pakan.

Dengan penambahan Enzym Habio Protease® sebanyak 100gr/ton pakan dapat menghemat penggunaan protein kasar sebesar 0,3-0,5% di dalam pakan

Control of wet dropping and diarrhea in livestock for optimal nutrient absorption

Halquinol

The prohibition on the use of Antibiotic Growth Promoters (AGP) requires us to look for alternatives so that livestock maintenance remains in optimal conditions, both from livestock production parameters, disease incidence rates, and mortality percentages in livestock. Protecting livestock from disease infection is an important factor, if the condition of the livestock is healthy, the production performance will also be optimal. The condition of the digestive tract is an important factor that must be considered, the digestive tract is the main organ for metabolism and absorption of nutrients, the condition of the digestive tract will greatly affect the performance of livestock production. Halquinol is one of the preparations that can support maintenance programs without AGP.

Halquinol is widely used as a non-antibiotic antimicrobial preparation for livestock. This product slows intestinal peristalsis, increases nutrient absorption and juice gastric, optimizes feed conversion, and improves animal production performance. Alkaloids with a quinoline ring on halquinols have broad pharmacological activity and are widely used for the prevention and treatment of gastrointestinal bacterial infections, anti-protozoa, and antifungals so that halquinols are classified as antimicrobial preparations. In addition, Halquinol also has no resistance to bacteria so it is safe to use.

Halquinol acts directly on gastrointestinal smooth muscle to slow down intestinal peristalsis, so halquinol can be used in cases of diarrhea. The slow peristaltic movement in the intestines will increase the digestive process of feed and increase the absorption of water content in the digested feed, so that cases of diarrhea can be minimized. The recovery of the condition of livestock that are experiencing diarrhea can also improve more quickly.

From the explanation above, it can be concluded that Halquinol can be used as an alternative to raising livestock without AGP because the overall mechanism of action of halquinol can support the maintenance of the health of the digestive tract of livestock. Optimizing the health of the digestive tract of livestock is expected to be the main barrier in the absorption of nutrients provided and minimize disease infections, so that livestock rearing can run well.

Halquinol

Mold & Mycotoxitosis

mold mocotoxitosis

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki daerah tropis basah yang merupakan tempat terbaik bagi pertumbuhan jamur (jamur dan khamir). Jamur memiliki ukuran berkisar 2,0 – 10µm x beberapa mm, multiseluler eukariotik dengan reproduksi aseksual dan seksual. Keberadaan jamur dapat menyebabkan timbulnya mikosis dan mikosis. Penyakit ini sering disebabkan oleh aspergillosis dan kandidiasis, sedangkan pada kasus mikotoksikosis kasus yang paling sering adalah aflatoksikosis. Mikotoksikosis merupakan kejadian yang disebabkan oleh senyawa toksik metabolisme jamur (Jacella et al. 2010). Pada tahun 1930 kasus kematian mendadak pada kuda dan sapi di Uni Soviet dan di Inggris-Inggris yang masing-masing sebanyak 10.000 ekor di setiap kota. Setelah dilakukan penelitian secara berkala, diketahui bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh mikotoksin dari kapang yang terbentuk pada pakan.

DAMPAK NEGATIF PADA PAKAN

Kapang akan tumbuh pada kondisi kelembaban lingkungan 70%, kadar air umpan 13% dengan suhu lingkungan 24°C. Adanya kapang pada pakan akan menurunkan cita rasa (palatability) yang dihasilkan dalam asupan pakan yang lebih rendah. Pada penurunan konsumsi pakan ternak secara langsung berdampak pada penurunan produksi sebesar 5-10% (Wright 2011). Selain itu berdampak pada nilai gizi pakan seperti energi, vitamin, kerusakan protein, dan asam amino pakan.

Makanan yang terkontaminasi jamur akan menimbulkan berbagai penyakit jika tertelan oleh ternak, salah satunya adalah gangguan pernafasan. Selain itu, spora kapang mudah disebarkan oleh angin yang akan menyebabkan gangguan pernapasan jika terhirup oleh peternak. Oleh karena itu, upaya pengendalian pertumbuhan jamur pada pakan sangat penting dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengeringan, tekanan osmotik, penggunaan autoklaf, di bawah suhu penyimpanan, pengemasan, dan pemberian inhibitor cetakan. Dari berbagai pilihan tindakan pencegahan tersebut, penggunaan mold inhibitor adalah yang paling praktis, ekonomis dan paling efektif.

Padahal, PT Tienyen memiliki produk penghambat jamur yang bekerja dengan merusak membran dinding sel dan membran sel jamur yang mengubah permeabilitas membran sel. Kondisi ini memungkinkan untuk menyusup ke dalam sel, menyebabkan pengasaman plasma sel. Sel plasma kemudian menghasilkan agregasi komponen yang ireversibel sehingga mencegah metabolisme sel kapang dan proliferasi spora jamur.

Gambar 2 Foto aktivitas penghambatan non spesifik pada pakan mould dengan berbagai sediaan (Dosis mould inhibitor kami 0.4g/kg pakan, dan dosis mould inhibitor merk lain 0.5g/kg pakan)

KOKSIDIOSIS ; Ancaman Besar Dalam Pemeliharaan Unggas

Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Eimeria spp. Masing – masing Eimeria spp. memiliki host yang spesifik (selflimiting) sehingga jenis Eimeria spp. yang ditemukan pada unggas tidak dapat menginfeksi jenis hewan lain dan sebaliknya. yang termasuk dalam filum Apicomplexa, kelas Sporozoa, sub kelas Coccidia, ordo Eucoccidiae, dan sub ordo Eimeriina.

Terdapat 6 spesies Eimeria spp. yang memiliki patogenisitas yang tinggi, yaitu E. tenella, E. acervulina, E. necatrix, E. brunetti, E. maxima, dan E. mivati. ldentifikasi spesies Eimeria yang menginfeksi dapat ditentukan dengan melihat keparahan lesi, lokasi lesi pada intestine (usus) , ookista (bentuk, warna dan ukuran), ukuran skizon dan merozoit, dll. Dari keenam spesies tersebut, diketahui E. tenella merupakan spesies yang paling sering menyebabkan Koksidiosis pada ayam broiler.

Siklus hidup Eimeria spp. terdiri dari dua tahap perkembangan dalam tubuh induk semang yaitu tahap eksogen (sporogoni) dan tahap endogen (skizogoni dan gametogoni). Pada fase eksogen, ookista unsporulasi yang bersifat tidak infektif diekskresikan dari host melalui feses, ookista ini akan mengalami sporulasi pada lingkungan yang memiliki kelembaban, kehangatan, dan oksigen yang sesuai sehingga menjadi ookista sporulasi (infektif) yang memiliki empat sporokista dan masing-masing mengandung dua sporozoit. Selanjutnya fase endogen terjadi di dalam usus host yang merupakan reproduksi aseksual (schizogoni) diikuti oleh diferensiasi seksual (gametogoni), fertilisasi. Rangkaian proses ini akan menghasilkan ookista unsporulasi yang akan dikeluarkan kembali bersama dengan feses.

Unggas yang terinfeksi koksidia menunjukkan gejala klinis berupa anoreksia, depresi, bulu berdiri, pial dan jengger berwarna pucat, pertumbuhan terhambat, sampai dapat menyebabkan kematian. Perkembangbiakan Eimeria sp. pada sel epitel mukosa usus halus menyebabkan terjadinya kerusakan sel epitel dan terjadi reaksi peradangan.

Sel-sel radang yang berkumpul di sekitar lesi akan meningkatkan permeabilitis pembuluh darah usus halus sehingga terjadi perdarahan yang dapat menyebabkan terjadinya berak berdarah. Beberapa spesies Emeria membentuk koloni di usus halus yang berisi ratusan merozoit. Merozoit tersebut akan berkembang dan menginvasi lebih ke dalam hingga ke lapisan lamina propria sehingga saat merozoit dilepaskan dari  koloni akan terjadi erosi yang parah pada mukosa usus halus. Erosi mukosa usus halus tersebut menyebabkan penyerapan nutrisi menjadi tidak optimal dan terjadi dehidrasi. Kematian terjadi setelah 4 sampai 6 hari post infeksi.

Faktor – faktor infeksi dari kasus koksidiosis ini diantaranya yaitu:

  • Virulensi Eimeria yang tinggi
  • Biosekuriti yang kurang baik
  • Kepadatan populasi yang tinggi
  • Terdapat variasi umur dalam satu kandang
  • Peralatan tercemar koksidia, dan juga
  • Kondisi litter yang basah (kelembaban melebihi 30%).

Kerugian yang diakibatkan oleh kasus koksidiosis pada unggas diantaranya yaitu persentase kematian yang tinggi, penurunan berat badan, penurunan produksi telur, FRC menjadi tinggi, serta imunosupresi. Kondisi imunosupresi dapatberakibat fatal karena ternak akan lebih mudah terinfeksi penyakit lain, sehingga mengganggu proses pertumbuhan, produksi, dan juga reproduksi dari ternak tersebut. Oleh sebab itu pengendalian dan pengobatan koksidiosis yang tepat harus betul – betul diperhatikan. Pengobatan kasus koksidiosis bisa dengan menggunakan antikoksi baik antikoksi chemical seperti Diclazuril, Robenidine, Deccoquinate, dll, maupun menggunakan antikoksi ionofor seperti Monensin, Salinomycin, dan Maduramycin.

Penggunaan antikoksi sesuai dengan dosis yang dianjurkan akan menghambat perkembangan skizon pada awal perkembangan Eimeria, sehingga proses reproduksi Eimeria didalam tubuh host tidak dapat berlangsung dan siklus hidup menjadi terhenti. Pengobatan koksidiosis yang tepat dan dilakukan secepat mungkin akan menekan berbagai kerugian yang ditimbulkan dari infeksi koksidiosis ini.